Barru, Sulawesi Selatan — Peristiwa tak mengenakkan dialami dua jurnalis saat meliput sidang perkara kasus penipuan haji di Pengadilan Negeri (PN) Barru, Kamis (22/1). Keduanya mengaku mendapat perlakuan kasar dari seorang tenaga honorer pengadilan yang bertugas menjaga ketertiban sidang. Insiden tersebut memicu keprihatinan di kalangan jurnalis dan masyarakat terkait etika serta perilaku petugas terhadap awak media.
Kedua jurnalis tersebut adalah Ulla, reporter dari iNews, dan Akbar, seorang jurnalis media Mata Jurnalis. Mereka mengungkapkan kejadian yang mengejutkan itu bermula saat mereka duduk di ruang sidang untuk melakukan peliputan. Ahmad Untung, tenaga honorer yang bertugas, tiba-tiba menghampiri dan melakukan tindakan yang dianggap tak pantas.
“Saya hanya duduk sambil menyandarkan tangan di dagu. Tiba-tiba pundak saya ditepuk keras dari belakang. Hal serupa juga dialami Akbar, yang langsung didorong kakinya saat sedang duduk dengan posisi santai,” ungkap Ulla, menjelaskan kronologi kejadian.
Menurut Ulla, tindakan tersebut dilakukan tanpa peringatan atau teguran terlebih dahulu. “Seharusnya kami diberitahu secara baik-baik jika memang ada aturan yang tidak boleh kami langgar. Bukan langsung melakukan kekerasan atau tindakan kasar,” tambahnya. Ia menegaskan, sikap yang santun dan persuasif akan jauh lebih baik daripada tindakan yang dianggap arogan.
Hal senada diungkapkan oleh Akbar. Ia menyesalkan tindakan tenaga honorer tersebut yang dianggap tidak mencerminkan sikap profesional di lingkungan pengadilan. “Saya memahami pentingnya menjaga ketertiban di ruang sidang, tetapi cara menyampaikan aturan kepada pengunjung, termasuk jurnalis, seharusnya dilakukan dengan sopan dan sesuai dengan prosedur,” katanya.
Insiden ini menjadi sorotan, terutama terkait pelaksanaan tugas tenaga honorer di lembaga hukum. Tindakan seperti itu dinilai dapat mencoreng citra pengadilan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan profesionalisme. Jurnalis sebagai pilar demokrasi memiliki hak untuk melakukan peliputan, termasuk di lingkungan pengadilan, selama tidak melanggar ketentuan yang berlaku.
Menanggapi kejadian tersebut, beberapa organisasi pers di Sulawesi Selatan mengecam keras perlakuan kasar terhadap jurnalis. Mereka meminta pihak PN Barru untuk memberikan klarifikasi dan mengambil langkah tegas terhadap petugas yang melakukan tindakan tersebut.
“Kami berharap pengadilan dapat memperbaiki tata kelola keamanan dan memberikan pembinaan kepada seluruh petugas, baik honorer maupun tetap, agar tidak terjadi lagi tindakan sewenang-wenang terhadap awak media,” ujar seorang perwakilan organisasi pers.
Perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tindakan menghalangi tugas jurnalistik dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan berpotensi dikenakan sanksi pidana.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PN Barru terkait insiden tersebut. Namun, publik berharap kejadian ini menjadi pelajaran penting dalam menjaga hubungan antara aparat hukum dan media untuk memastikan tegaknya prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.
Discussion about this post