Makassar, 21 Februari 2025 – Seminar Bahasa Ibu Sulawesi Selatan yang diselenggarakan oleh Himpunan Pelestari Bahasa Daerah (HPBD) dan Perhimpunan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia (PPBDI) Sulawesi Selatan berhasil menarik perhatian 400 peserta.
Acara yang digelar di Gedung Pinisi Universitas Negeri Makassar (UNM) ini menjadi momentum penting dalam upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah, khususnya bahasa Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar.
Seminar dengan tema Membangun Kesadaran Global dalam Pelestarian Bahasa Daerah: Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar ini dihadiri oleh pelajar, mahasiswa, akademisi, budayawan, pendidik, dan pemerhati bahasa. Para peserta berdiskusi mengenai pentingnya mempertahankan bahasa ibu sebagai bagian dari identitas budaya di tengah arus globalisasi yang kian berkembang.
Dalam seminar ini, berbagai narasumber dari dalam dan luar negeri memberikan pandangan terkait tantangan dan solusi untuk melestarikan bahasa daerah. Sumarlin Rengko, Dosen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, menyoroti tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan bahasa ibu, seperti penurunan minat generasi muda dalam menggunakan bahasa daerah serta dominasi bahasa nasional dan asing dalam kehidupan sehari-hari.
“Peran keluarga sangat penting dalam mentransmisikan bahasa ibu kepada anak-anak sejak dini, agar bahasa daerah tidak punah dan tetap berkembang. Selain itu, penggunaan teknologi digital dapat menjadi sarana efektif dalam memperkenalkan bahasa daerah kepada generasi muda,” ungkap Sumarlin dalam sesi diskusi.
Ketua HPBD Sulawesi Selatan, Daeng Nojeng, menambahkan bahwa seminar ini menghasilkan beberapa langkah strategis, seperti integrasi bahasa daerah dalam kurikulum pendidikan, pembuatan konten digital berbahasa lokal, dan penyelenggaraan program pelestarian bahasa secara berkelanjutan.
Eka Yuniarsih, Bendahara HPBD dan guru Bahasa Makassar di SMP Negeri 24 Makassar, menjelaskan bahwa seminar ini tidak hanya bertujuan untuk pelestarian bahasa, tetapi juga untuk membangun kesadaran global akan kekayaan bahasa dan budaya Sulawesi Selatan. “Kami berharap melalui seminar ini, bahasa-bahasa daerah seperti Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar dapat dikenal lebih luas di kancah internasional,” ujar Eka.
Seiring dengan perkembangan teknologi, HPBD Sulawesi Selatan juga telah mengambil langkah konkret dalam upaya pelestarian bahasa daerah. Akbar Amri, S.S., S.Pd., M.Si, menyampaikan bahwa HPBD telah bekerjasama dengan Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dalam menyusun Kamus Digital Bahasa Indonesia-Makassar. Selain itu, mereka juga telah membuat Buku Ensiklopedi Kuliner Sulawesi Selatan sebagai upaya mendigitalisasi dan mempromosikan kekayaan kuliner daerah.
“Dokumentasi digital ini sangat penting tidak hanya untuk melestarikan resep dan teknik memasak tradisional, tetapi juga untuk memperkenalkan kuliner khas Sulawesi Selatan ke dunia internasional. Ini adalah salah satu cara kami untuk menjaga bahasa dan budaya tetap hidup,” jelas Akbar.
Dalam kesempatan ini, para peserta seminar juga menyoroti pentingnya bahasa daerah dalam sektor pariwisata. Indra Mayanti Noer, S.S., M.Hum, yang juga dosen Pariwisata di Fakultas Ilmu Budaya Unhas, mengatakan bahwa penggunaan bahasa daerah dalam pariwisata tidak hanya mempertahankan kearifan lokal, tetapi juga memberikan pengalaman autentik bagi wisatawan. “Bahasa daerah dalam pemanduan wisata atau pertunjukan seni memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk lebih memahami filosofi kehidupan masyarakat setempat,” ungkapnya.
Selain itu, Dr. Dirk Rukka Sandarupa, Ketua Pelaksana Seminar, menekankan bahwa peringatan Hari Bahasa Ibu melalui seminar ini merupakan sarana untuk melestarikan budaya. “Bahasa daerah berkontribusi dalam memperkuat identitas lokal dan ekonomi masyarakat, terutama dalam industri pariwisata,” ujarnya.
Nur Amaliah Halid, S.S., M.Pd, yang mewakili kalangan guru Bahasa Bugis di Kabupaten Barru, juga menambahkan pentingnya bahasa daerah dalam pendidikan. “Bahasa daerah adalah sarana untuk menanamkan nilai budaya pada pelajar. Ini juga mempererat hubungan antargenerasi dalam memahami sejarah dan filosofi yang terkandung dalam tradisi masyarakat kita,” kata Nur Amaliah.
Seminar ini menjadi langkah awal yang konkret dalam menjaga eksistensi bahasa daerah di Sulawesi Selatan, sekaligus memperkuat komitmen untuk melestarikan bahasa ibu sebagai bagian penting dari warisan budaya dan identitas bangsa.
Discussion about this post