Parepare TERASINDONEWS— Sidang perkara dugaan penyalahgunaan narkotika dengan terdakwa Andi Muhammad Fadillah alias Fadil kembali digelar di Pengadilan Negeri Parepare, Senin (10/11).
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum terdakwa, Rusdianto, S.H., M.H., mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai cacat hukum, baik secara formil maupun materil.
Dalam eksepsinya, Rusdianto menjelaskan bahwa dakwaan yang disusun JPU bersifat kabur dan kumulatif, sehingga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Ia menilai JPU telah membuat dua dakwaan alternatif untuk satu peristiwa hukum yang sama, yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Dakwaan yang kabur, tidak jelas, dan tumpang tindih seperti ini jelas melanggar asas ne bis in idem, di mana seseorang tidak boleh dituntut dua kali untuk satu peristiwa yang sama,” tegas Rusdianto di hadapan majelis hakim.
Lebih lanjut, kuasa hukum menilai bahwa substansi dakwaan tidak sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya. Ia memaparkan bahwa barang bukti narkotika jenis sabu yang dijadikan dasar dakwaan justru ditemukan dalam dompet milik saksi bernama Rifki, bukan dalam penguasaan atau kepemilikan terdakwa.
“Fakta di lapangan jelas menunjukkan bahwa sabu tersebut bukan dalam penguasaan fisik terdakwa. Seharusnya JPU cermat dan objektif dalam menilai fakta sebelum melimpahkan perkara ini ke pengadilan,” ujar Rusdianto.
Selain itu, Rusdianto menegaskan bahwa posisi hukum terdakwa adalah sebagai pengguna narkotika, bukan pengedar sebagaimana dituduhkan. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan hasil pemeriksaan laboratorium, terdakwa diketahui menggunakan narkotika untuk diri sendiri dan tidak terbukti melakukan transaksi atau peredaran gelap.
Menurutnya, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika secara tegas membedakan antara pengguna dan pengedar. Pengguna narkotika dikategorikan sebagai korban penyalahgunaan yang berhak mendapatkan rehabilitasi medis maupun sosial, bukan hukuman pidana penjara.
“Undang-undang sudah jelas menyatakan bahwa pengguna adalah korban yang perlu direhabilitasi. Jadi, kami meminta majelis hakim mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan hukum dalam perkara ini,” tutur Rusdianto.
Dalam penutup eksepsinya, kuasa hukum memohon kepada majelis hakim agar membatalkan surat dakwaan JPU karena tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana. Ia juga meminta agar majelis hakim mengeluarkan penetapan rehabilitasi terhadap terdakwa dan mengembalikannya ke lingkungan sosial melalui program pemulihan.
“Pengguna narkoba adalah orang sakit, dan orang sakit tempatnya bukan di penjara, melainkan di pusat rehabilitasi. Kami berharap pengadilan dapat melihat sisi kemanusiaan dari perkara ini,” pungkasnya.
Sidang berjalan dengan tertib dan dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum, penasihat hukum, terdakwa, serta sejumlah pengunjung sidang. Majelis hakim kemudian menunda persidangan untuk memberikan kesempatan kepada JPU menyusun tanggapan atas eksepsi (replik) yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa.
Sidang lanjutan dijadwalkan akan digelar pekan depan dengan agenda mendengarkan tanggapan JPU terhadap nota keberatan tersebut.(RS)




















Discussion about this post