BARRU Terasindonews-Dalam hikmah Maulid yang disampaikannya, Prof. Dr. H. Kamaruddin Hasan, M.Pd., menegaskan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan hanya sebuah rutinitas tahunan, tetapi momen penting untuk mengenang kelahiran manusia agung yang membawa risalah Islam. Rasulullah SAW hadir sebagai cahaya penerang, pembawa kasih sayang bagi semesta alam, sekaligus teladan utama (uswatun hasanah) bagi umat manusia sepanjang zaman.
“Melalui Maulid, kita diajak bukan sekadar mengenang sejarah kelahiran beliau, tetapi juga memahami ajarannya, menghayati perjuangannya, dan menumbuhkan cinta yang semakin dalam kepada Nabi Muhammad SAW. Cinta inilah yang menjadi sumber energi bagi umat Islam untuk terus istiqamah di jalan kebenaran,” tutur Prof. Kamaruddin.
Beliau kemudian menekankan salah satu faktor mengapa Rasulullah SAW begitu dicintai umatnya, yaitu kelembutan dalam sikap dan tutur kata. Rasulullah selalu menyapa umatnya dengan penuh kasih sayang, sehingga setiap orang merasa dihargai, diperhatikan, dan diterima. “Sapaan lembut itu bukan sekadar kata, melainkan pancaran kasih yang menenangkan hati dan menumbuhkan rasa cinta yang tulus,” jelasnya.
Lebih jauh, Prof. Kamaruddin juga menyampaikan kesannya terhadap sosok Bupati Barru, Andi Ina Kartika Sari, yang menurutnya memiliki pesona menenangkan dan menyenangkan. Kehadiran Bupati, katanya, mampu menghadirkan kenyamanan bagi orang-orang di sekitarnya. “Ini menjadi pengingat betapa pentingnya energi positif. Senyum yang tulus, sikap yang ramah, dan kepribadian yang menenangkan adalah bagian dari akhlak mulia yang harus kita teladani. Inilah pesona yang membuat orang merasa damai dan bahagia,” ungkapnya.
Menutup tausiyahnya, Rektor ITBA Al Gazali Barru menekankan bahwa setiap muslim sejatinya adalah pemburu berkah. Kehadiran dalam majelis Maulid, kata beliau, bukan sekadar ikut tradisi, melainkan wujud dari niat tulus untuk mencari ridha dan keberkahan Allah SWT.
“Di masyarakat kita ada tradisi menjinjing dan menjunjung. Salossok dijinjing, shalawat dijunjung. Artinya, wadah berisi makanan bisa dijinjing, tetapi shalawat harus dijunjung tinggi. Makanan hanya akan mengenyangkan sesaat, tetapi shalawat yang kita junjung akan menjadi sumber berkah, penyejuk hati, sekaligus penolong kita di akhirat kelak. Yang terpenting bukan banyaknya tradisi, tetapi niat tulus, kesungguhan, dan cinta kepada Rasulullah SAW,” pungkasnya.
Discussion about this post