TERASINDONEWS-Di balik semaraknya tradisi Mattojang dan dentuman irama Mappadendang yang menggema dari Desa Paccekke, Kabupaten Barru, berdirilah sosok muda yang tak hanya berprestasi, namun juga menjadi penjaga nilai-nilai budaya warisan leluhur. Namanya Rusnanna Arimin , SP, seorang perempuan muda yang akrab disapa “Nanna” oleh warga sekitar. Ia bukan sekadar figur publik desa; ia adalah representasi generasi muda yang memadukan kemajuan dengan akar budaya yang kuat.
Lahir dan besar di Paccekke,Desa yang dikenal sebagai salah satu kawasan strategi pertanian di Kabupaten Barru.
Nanna tumbuh dengan nilai-nilai kearifan lokal yang kental. Sejak masa sekolah, ia telah menunjukkan prestasi yang gemilang. Tahun 2017, ia dinobatkan sebagai Fhotogenic, sebuah ajang pencarian bakat muda-mudi. Tak berhenti di situ, ia kemudian meraih posisi Runner Up 1 dalam ajang Budaya Kabupaten Barru tahun 2019 dan keluar sebagai Juara Putri Karang Taruna di tahun yang sama.
Namun, bukan gelar yang menjadikannya istimewa, melainkan konsistensinya dalam membangun jati diri dan pengabdian terhadap kampung halamannya.
*Antara Dunia Profesional dan Kepedulian Sosial*
Di tengah kesibukannya mengabdi untuk masyarakat, Nanna juga berhasil meniti karir profesional. Saat ini, ia menjabat sebagai Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD) di Maxone Hotel, salah satu hotel ternama yang terus berkembang di Sulawesi Selatan.
Perannya sebagai HRD menunjukkan bahwa ia tidak hanya aktif dalam budaya dan pertanian, tetapi juga memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang kuat. Di lingkungan kerja, ia dikenal sebagai sosok yang tegas, ramah, dan komunikatif—sifat yang juga terlihat dalam pengabdiannya di desa.
Pengalaman sebagai HRD memberikan wawasan luas tentang dunia kerja dan pengelolaan sumber daya manusia. Ilmu ini pula yang ia bawa pulang ke kampung halamannya, untuk mendorong pemuda Paccekke agar siap menghadapi tantangan dunia kerja dengan mentalitas profesional.
*Akademik yang Sejalan dengan Visi Desa*
Lulusan S-1 Agroteknologi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar tahun 2022 ini memilih jurusan tersebut bukan tanpa alasan. Ia melihat potensi besar dari sektor pertanian di desanya.
“Paccekke adalah tanah yang subur. Namun untuk berkembang, pertanian kita harus bersanding dengan teknologi modern,” ungkapnya.
Tekadnya adalah mengembangkan pertanian berbasis teknologi agar masyarakat desa bisa lebih sejahtera tanpa harus meninggalkan tanah leluhurnya. Dengan ilmu yang ia miliki, Nanna terus mendorong inovasi pertanian berkelanjutan yang mampu menjawab tantangan zaman.
Menjaga Warisan Budaya dengan Tanggung Jawab Besar
Selain karier dan akademik, Nanna juga mengemban tanggung jawab besar sebagai Pendamping Budaya Desa Paccekke sejak 2021 hingga 2024. Peran ini bukan sekadar formalitas, melainkan pengabdian nyata dalam menjaga dan melestarikan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Salah satu tradisi yang paling ia junjung adalah Mattojang—sebuah ritual yang sarat makna dalam kehidupan masyarakat Paccekke. Di mata Nanna Mattojang bukan sekadar upacara, tetapi bagian dari identitas budaya yang tak boleh hilang.
“Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai kehidupan, spiritualitas, dan kebersamaan. Ini bukan masa lalu, ini adalah masa kini yang harus kita jaga,” tegasnya.
Sebagai pendamping budaya, Nanna menjalankan lima peran utama:
1.Melestarikan nilai dan budaya Mattojang
2.Mentransformasikan kebudayaan secara kontekstual.
3. Menjaga identitas budaya Mattojang agar tetap relevan di era modern
4.Menyebarluaskan pengetahuan budaya kepada generasi muda
5.Menginspirasi dan mendorong kreativitas generasi penerus dalam melestarikan tradisi
Tak hanya aktif di balik layar, Nanna juga sukses memandu sejumlah acara adat seperti Mattojang dan Mappadendang, menunjukkan kemampuannya sebagai komunikator budaya yang andal. Ia mampu menjembatani nilai-nilai lama dengan semangat baru, menjadikan budaya sebagai ruang dialog antargenerasi.
*Harapan untuk Paccekke: Harmoni Masa Lalu dan Masa Depan*
Nanna sadar bahwa pelestarian budaya tidak bisa dilakukan sendiri. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah desa, masyarakat, dan generasi muda. Ia ingin agar semua warga negara, terutama para pemuda, menyadari bahwa tradisi bukanlah menghambat kemajuan, namun fondasi yang dapat membentuk masa depan yang kuat.
“Budaya adalah identitas. Kalau kita kehilangan itu, kita kehilangan arah,” katanya.
Ia juga mendorong pendidikan budaya sejak dini dan pelibatan anak-anak dalam kegiatan tradisional sebagai upaya regenerasi.
Ia percaya bahwa dengan memahami akar budaya, generasi muda akan lebih percaya diri menghadapi dunia luar.
*Penutup: Simbol Perempuan Tangguh Paccekke*
Rusnanna Arimin adalah bukti bahwa perempuan muda dari desa bisa menjadi agen perubahan—baik di ranah profesional, sosial, maupun budaya. Sebagai HRD di Maxone Hotel, lulusan Agroteknologi, dan pendamping budaya, ia hadir sebagai simbol harmoni antara modernitas dan tradisi.
Dalam dirinya, Desa Paccekke menemukan harapan dan arah baru menuju masa depan yang lebih baik, tanpa melupakan akar yang telah menumbuhkannya.
Sebagai penutup, Nanna mengingatkan bahwa dalam setiap tradisi yang dijalankan, tersimpan doa, rasa hormat, dan nilai luhur yang harus dijaga. Karena dari sanalah masyarakat Paccekke membentuk jati diri dan kekuatan.
“Salama Ki Tiang Tanah Masengereng, Tanah Paccekke Mappoji Alebbirengi.
Naseng Laleng Tau Mappoji Riolo, Tessalewi Gau Mappatabe.
Paddupaki Bosara Mappatabe, Makkedae Gau Mappatabe.
Tessie Gau Maptabe. Puang Salamaki Mappoji Poji Kamase-Maseang”
Discussion about this post